Kamis, 29 Agustus 2013

Guru para Ulama Nusantara,Syeikh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875).



Ahmad Khatib Sambas (ra) dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas, Kalimantan Barat, pada bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau (nomaden) memang masih menjadi bagian cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.


Syeikh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875) 
 Guru para Ulama Nusantara

Ahmad Khatib Sambas menjalani masa-masa kecil dan masa remajanya. Di mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad khatib Sambas menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.

Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya Mekkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khatib Sambas pun berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad Khatib Sambas memutuskan menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875 M.


Guru-gurunya :

1. H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
2. Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari
3. Syeh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang bermukim di Mekkah)
4. Syeh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah)
5. Syeikh Abdul hafidzz al-Ajami
6. Syeh Ahmad al-Marzuqi
7. Syeh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah.

Ketika kemudian Ahmad Khatib telah menjadi seorang ulama, ia pun memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan kehidupan keagamaan di Nusantara, meskipun sejak kepergiannya ke tanah suci, ia tidaklah pernah kembali lagi ke tanah air.


Masyarakat Jawa dan Madura, mengetahui disiplin ilmu Syeikh Sambas, demikian para ulama menyebutnya kemudian, melalui ajaran-ajarannya setelah mereka kembali dari Makkah. Syeikh Sambas merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk Syeikh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang di antara murid-murid Beliau yang berhasil menjadi ulama termasyhur.


Salah satunya adalah Syeikh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai Sulthanus Syeikh. Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan mengobarkan pemberontakan yang terkenal sebagai pemberontakan Petani Banten. Namun sayang, perjuangan fisiknya ini gagal, kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syeikh Ahmad Khatib Sambas.


Syeikh Ahmad Khatob Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan para Syeikh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.


Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syeikh Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam asti intelektual), yan g juga sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang pemimpin umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara.


Hal ini dikarenakan perkumpulan Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan tersebar luas hingga ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.




Peranan dan Karyanya

Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah yang dipimpin oleh Syeikh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada perkumpulan Thariqoh yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini.

Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.


Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab FATHUL ARIFIN nang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.


Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.


Walaupun Syeikh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun Beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.


Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid Beliau selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.


Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H. oleh Haji Ahmad bin Penggawa Nashir.


Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di dalamnya adalah nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.



Murid-Muridnya antara lain :

1. Syeikh Nawawi Al Bantani
2. Syeikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura
3. Syeikh Abdul Karim Banten
4. Syeikh Tolhah Cirebon

Syeikh Nawawi Al Bantani dan Syeikh Muhammad Kholil selain berguru kepada Syeikh Ahmad Khatib Sambas juga berguru kepada Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafii di Masjidil Haram Mekkah.


Sepeninggal Syeikh Ahmad Khatib Sambas, Imam Nawawi Al Bantani ditunjuk meneruskan mengajar di Madrasah beliau di Mekkah tapi tidak diberi hak membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sedangkan Syeikh Muhammad Kholil, Syeikh Abdul Karim dan Syeikh Tolhah diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan dan membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.


Murid murid Syeikh Ahmad Khatib Sambas diatas adalah guru para Ulama-Ulama Nusantara generasi berikutnya yang dikemudian hari menjadi ulama yang mendirikan pondok pesantren dan biasa dipanggil dan digelari sebagai KYAI, Tuan Guru, Ajengan, dsb.



Sebagai contoh, Syeikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura mempunyai murid-murid antara lain :


1. KH. Hasyim Asy’ari : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Bahkan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional.

2. KHR. As’ad Syamsul Arifin : Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang santri.
3. KH. Wahab Hasbullah: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).
4. KH. Bisri Syamsuri: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
5. KH. Maksum : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah
6. KH. Bisri Mustofa : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Beliau juga dikenal sebagai mufassir Al Quran. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang, berjudul “Al-Ibriz” sebanyak 3 jilid tebal berhuruf jawa pegon.
7. KH. Muhammad Siddiq : Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.
8. KH. Muhammad Hasan Genggong : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh penjuru Indonesia.
9. KH. Zaini Mun’im : Pendiri, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang cukup megah.
10. KH. Abdullah Mubarok : Pendiri, Pengasuh Pondok , kini dikenal juga menampung pengobatan para morphinis.
11. KH. Asy’ari : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso.
12. KH. Abi Sujak : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep.
13. KH. Ali Wafa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Temporejo, Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu nahwu dan sharaf.
14. KH. Toha : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata, Pamekasan.
15. KH. Mustofa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan
16. KH Usmuni : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep.
17. KH. Karimullah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso.
18. KH. Manaf Abdul Karim : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
19. KH. Munawwir : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
20. KH. Khozin : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Buduran, Sidoarjo.
21. KH. Nawawi : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat.
22. KH. Abdul Hadi : Lamongan.
23. KH. Zainudin : Nganjuk
24. KH. Maksum : Lasem
25. KH. Abdul Fatah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Al Fattah, Tulungagung
26. KH. Zainul Abidin : Kraksan Probolinggo.
27. KH. Munajad : Kertosono
28. KH. Romli Tamim : Rejoso jombang
29. KH. Muhammad Anwar : Pacul Bawang, Jombang
30. KH. Abdul Madjid : Bata-bata, Pamekasan, Madura
31. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, banyuwangi
32. KH. Muhammad Thohir jamaluddin : Sumber Gayam, Madura.
33. KH. Zainur Rasyid : Kironggo, Bondowoso
34. KH. Hasan Mustofa : Garut Jawa Barat
35. KH. Raden Fakih Maskumambang : Gresik
36. KH. Sayyid Ali Bafaqih : Pendiri, pengasuh Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali.

MURSYID THARIQAT QADIRIYAH

KESOHORAN Syeikh Ahmad Khathib Sambas di kalangan pengamal Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, sama ada peringkat Nusantara mahu pun antarabangsa pada zamannya tidak dinafikan. Sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah dan nama Syeikh Ahmad Khathib Sambas juga terdapat di dalamnya. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar.


Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali. Kita sangat berterima kasih kepada kedua-dua penulis Arab itu, walau bagaimanapun ketepatan data dan fakta termasuk tahun lahir dan wafatnya perlu ditinjau kembali.Nama lengkapnya ialah Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad as-Sambasi. Lahir di Kampung Dagang, Sambas. Tarikh lahirnya hanya disebut oleh Umar `Abdul Jabbar, ialah pada bulan Safar 1217 H (kira-kira bersamaan 1802 M, pen:), tidak terdapat tulisan lainnya.

Wafatnya di Mekah tetapi terdapat perbezaan pendapat mengenai tahun kewafatannya antara Umar Abdul Jabbar dengan Abdullah Mirdad Abul Khair. Abdullah Mirdad Abul Khair menyebut bahawa Syeikh Ahmad Khathib wafat tahun 1280 H (kira-kira bersamaan 1863 M, pen:), tetapi menurut Umar Abdul Jabbar, pada tahun 1289 H (kira-kira bersamaan 1872 M, pen:). Tahun wafat 1280 H yang disebut oleh Abdullah Mirdad Abul Khair sudah pasti ditolak, kerana berdasarkan sebuah manuskrip Fat-h al-'Arifin salinan Haji Muhammad Sa'id bin Hasanuddin, Imam Singapura, menyebut bahawa ``Muhammad Sa'ad bin Muhammad Thasin al-Banjari mengambil tariqat daripada gurunya, Syeikh Ahmad Khathib yang tersebut itu di dalam negeri Mekah al-Musyarrafah di dalam halwatnya, dan khatamnya pada hari Arba', yang ketujuh hari dari bulan Zulhijjah sanah 1286 Hijrah''. Jadi bererti pada 7 Zulhijah 1286 H, Syeikh Ahmad Khathib Sambas masih hidup. Oleh itu Syeikh Ahmad Khathib Sambas wafat tahun 1289 H yang disebut oleh Umar Abdul Jabbar menepati yang sebenarnya.

KEMUNCAK KEMASYHURAN

Manusia menjadi terkenal kerana berbagai-bagai sebab, Syeikh Ahmad Khathib Sambas terkenal kerana beliau sebagai Mursyid Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Pada zamannya, di Mekah tentang tariqat itu, Syeikh Ahmad Khathib Sambas merupakan Syeikh Mursyid yang teratas sekali. Ia bukan sahaja bagi masyarakat dunia Melayu, tetapi juga diakui oleh ulama-ulama dunia luar. Sepanjang sejarah perkembangan Tariqat Qadiriyah di dunia Melayu dari dahulu hingga sekarang memang tidak dapat dinafikan bahawa tokoh yang terbesar dan paling berkesan bagi ulama-ulama Jawi/Nusantara dalam penyebaran Tariqat Qadiriyah itu ialah Syeikh Ahmad Khathib Sambas. Nama beliau juga dikenal di Uzbekistan, kerana salah seorang murid beliau bernama Syeikh Abdul Murad, adalah seorang ulama Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah yang menerima tawajjuh kedua-dua tariqat itu daripada Syeikh Ahmad Khathib Sambas.
FAT-HUL 'ARIFIN

Fat-hul `Arifin termasuk salah satu istilah yang banyak dibicarakan di kalangan sufi. Tetapi yang dimaksudkan di sini ialah sebuah risalah atau kitab yang berasal daripada imlak Syeikh Ahmad Khathib Sambas. Imlak tersebut ditulis oleh beberapa orang muridnya, dan yang sempat diterbitkan hanyalah versi catatan Syeikh Muhammad bin Ismail bin Abdur Rahim al-Bali. Manuskrip Fat-hul `Arifin yang dinisbahkan kepada Syeikh Ahmad Khathib Sambas, yang ada pada penulis ialah: 1. Judul Silsilah Tariqat Qadiriyah wan Naqsyabandiyah yang dicatat oleh Abdul Hakim ibnu Marhum Lebai Abdul Kari Sambas, Kampung Asam.

Naskhah ini merupakan satu-satunya yang ditulis oleh orang yang berasal dari Sambas sendiri. 2. Manuskrip tanpa judul, hanya dinyatakan ``Talkin, zikir dan bai'ah tariqat yang diijazahkan oleh guru kita Maulana asy-Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul Ghaffar Sambas yang di dalam negeri Mekah al-Musyarrafah kepada sekalian muridnya''. Pada manuskrip ini dimulai nama pencatatnya bernama Haji Muhammad Sa'id bin Hasanuddin, Imam Singapura, bahawa beliau ``... mengambil talkin, dan bai'ah, dan tawajjuh, serta ijazah daripada gurunya Sayid Muhammad bin Ali al-'Aidrus. Dia mengambil daripada Sayid Ja'afar bin Muhammad as-Saqaf Pontianak, mengambil daripada Muhammad Sa'ad bin Muhammad Thasin al-Banjari mengambil daripada Syeikh Ahmad Khathib... ``

Manuskrip ini ditulis tahun 1286 H dan selanjutnya disalin oleh Sayid Ahmad bin Ismail al-'Aidrus pada hari Khamis, 4 Zulhijah 1293 H/21 Disember 1876 M, diperoleh di Pontianak pada 8 Syawal 1422 H/22 Disember 2001 M. 3. Fat-hul `Arifin, naskhah yang ditulis oleh Haji Muhammad bin Syeikh Abdus Samad al-Kalantani diselesaikan pada tahun 1294 H/1877 M. Dalam manuskrip ini dikombinasikan dengan Tariqat Syathariyah.Tiga versi yang tersebut di atas merupakan manuskrip yang pernah diterbitkan iaitu versi catatan Syeikh Muhammad bin Ismail bin Abdur Rahim al-Bali, beliau selesai menulis kembali setelah diteliti dan bersih daripada corat-coret pada bulan Rejab 1295 H/Julai 1878 M.

Naskhah tersebutlah yang ditashhih oleh Syeikh Ahmad al-Fathani, kemudian dicetak pertama kalinya oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah Mekah, 1305 H/1887 M, yang diterbitkan itu diberi judul Fat-hul `Arifin.Walaupun Syeikh Ahmad Khathib Sambas sebagai seorang tokoh sufi, namun selain ditonjolkan karya tasawuf Fat-hul `Arifin, beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikah. Penulis juga memiliki manuskrip fikah karya beliau, iaitu Fatwa Syeikh Ahmad Khathib Sambas Perihal Jumaat. Naskhah tulisan tangan itu dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau.

Kandungan naskhah selain membicarakan masalah Jumaat terdapat pula fatwa beliau mengenai hukum penyembelihan secara Islam. Pada bahagian akhir naskhah terdapat pula suatu nasihat beliau yang panjang, kemudian ditutup dengan beberapa amalan wirid beliauselain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Sebuah karya (judul yang sebenar tidak terdapat) yang membicarakan fikah mulai taharah, sembahyang dan pengurusan mayat. Manuskrip tanpa dinyatakan tarikh, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan ``... Hari Khamis, 11 Muharam 1281 H oleh Haji Ahmad ibnu al-Marhum Penggawa Nashir ahli al-Kayung jama'ah Tuan Syeikh Ahmad Khathib Sambas di Mekah al-Mukarramah ...'' Manuskrip di atas diperoleh di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M.


MURID MURID NYA

Besar nian pengaruh Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah yang bersumber daripada Syeikh Ahmad Khathib Sambas di dunia Melayu, melebihi tokoh-tokoh penyebar Tariqat Qadiriyah seperti Syeikh Nuruddin ar-Raniri, Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri dan lain-lainnya yang lebih dahulu. Di Jawa misalnya, dapat kita semak pada beberapa lembar tulisan Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren, beliau menyebut, ``Dalam abad ke-19, organisasi-organisasi tariqat di Jawa memperoleh semangat dan dukungan baru daripada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kedatangan para pengikut Syeikh Ahmad Khatib Sambas dan Sulaiman Effendi dari Mekah''. Seterusnya, ``Namun yang cukup menarik ialah di Jawa Syeikh Ahmad Khatib Sambas dikenal sebagai pendiri suatu tariqat baru, Tariqat Naqsyabandiyah''.

Selanjutnya, ``Kedudukan Syeikh Ahmad Khatib sebagai seorang sarjana Islam perlu kita sedari betul-betul ...''. Selanjutnya, ``Adalah suatu hal yang penting bahawa seorang sarjana besar seperti Syeikh Sambas, kepada siapa hampir semua kiyai di Jawa menelusuri penealogi intelektual mereka juga dikenal sebagai seorang pemimpin tariqat''.Kalau demikian yang diperkatakan, sekarang mari kita menjejaki kemantapan sistem pengkaderan yang dilakukan kepada murid-muridnya. Salah seorang muridnya bernama Syeikh Zainal Abidin yang berasal dari Kelantan diutus oleh Syeikh Ahmad Khathib Sambas ke Kalimantan Barat sebagai `Ketua Khalifah' di sana. Jadi bererti murid-muridnya yang lain, yang semuanya berasal dari Kalimantan Barat, adalah di bawah pengawasan Syeikh Zainal Abidin al-Kalantani.

Selanjutnya semua mereka disuruh supaya mendalami pelbagai ilmu kepada ulama yang berasal dari Kelantan itu. Kebenaran untuk mentawajjuh/ membai'ah sekali-kali tidak dibenarkan kepada murid-murid yang lain selagi Syeikh Zainal Abidin al-Kalantani masih hidup, atau selagi beliau masih berada di Kalimantan Barat. Syeikh Zainal Abidin al-Kalantani meninggal dunia di Kampung Sebedang, Sambas.Yang dilantik oleh Syeikh Ahmad Khathib Sambas sebagai khalifahnya di Mekah ialah Syeikh Abdul Karim al-Bantani, beliau mempunyai murid yang ramai sesudah Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Untuk di Jawa terdapat tiga orang wakil khalifah, iaitu: Di Jawa Timur, Syeikh Ahmad Hasbullah bin Muhammad al- Manduri (Madura) dan lain-lain. Di Jawa Tengah, Syeikh Zarkasyi Barjan, Porwajo Syeikh Ibrahim Berumbung.

Di Jawa Barat, Syeikh Asnawi Banten dan lain-lain.Murid Syeikh Ahmad Khathib Sambas yang bernama Syeikh Muhammad bin Ismail bin Abdur Rahim berasal dari Pulau Bali. Beliau juga diberikan kebenaran mentawajjuhkan. Salah seorang muridnya yang menjadi ulama besar ialah Tuan Guru Haji Abdur Rahman yang berasal dari Ambon. Murid Syeikh Ahmad Khathib Sambas yang bernama Haji Abdul Lathif bin Haji Abdul Qadir berasal dari Sarawak. Di antara muridnya ialah Haji Muhammad Arsyad bin Abdur Rahman Pontianak. Murid Haji Abdul Lathif yang berasal dari Sarawak yang menjadi ulama besar, mengajar di Masjidil Haram, Mekah, ialah Syeikh Utsman bin Abdul Wahhab as-Sarawaqi.

Tetapi selanjutnya Syeikh Utsman Sarawak ini menerima tawajjuh Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah sekali lagi daripada Syeikh Abdul Karim al-Bantani di Mekah.Masih banyak kisah murid-murid Syeikh Ahmad Khathib Sambas yang belum sempat disebutkan di sini, penulis menyimpulkan saja bahawa institusi pengajaran Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah yang bersumber daripada Syeikh Ahmad Khatib Sambas yang masih kekal sampai sekarang ialah daripada muridnya yang bernama Syeikh Abdullah Mubarak. Pondok Pesantren yang beliau dirikan 7 Rejab 1323 H/ 5 September 1905 M masih kekal sam-pai sekarang, bahkan terkenal di seluruh Indonesia dan Malaysia. Sistem pelajaran Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah yang berasal daripada Syeikh Ahmad Khatib Sambas itu dikembangkan dengan penyesuaian pada zaman moden.

Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH



Source: rifafreedom.wordpress.com
Diberdayakan oleh Blogger.